Koperasi Syariah Diatur Dalam UU Koperasi

JAKARTA, Dekopin – Amandemen UU Koperasi No. 25 Tahun 1992 akan mengatur mengenai
keberadaan dan aturan koperasi syariah. Karenaitu, RUU Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak akan
masuk dalam pembahasan yang kini diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk dibahas di DPR.
Tahun ini, amandemen RUU hasil inisiatif pemerintah telah masuk dalam agenda Badan Legislatif
Nasional (Balegnas) untuk masuk dalam program legislatif nasional (Prolegnas).

Deputi Menteri Bidang Pengembangan Kelembagaan Kantor Kementrian Koperasi dan Usaha KecilMenengah (KKUM), Marsudi Rahardjo mengatakan, perkembangan bisnis koperasi syariah di Indonesiamengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam lima tahun terakhir ini. Bahkan, pengembanganbisnis koperasi berbasis non bunga, diyakini, akan menjadi tren pada tahun mendatang.

“Hingga saat ini, koperasi syariah belum diatur dalam UU. Saya mengira koperasi syariah, adalahsesuatu yang baru dalam lima tahun terakhir yang terus naik trennya. Masyarakat yang tidak pas dengansistem konvensional kemudian mengakses koperasi jasa simpan pinjam syariah atau koperasi biasa tapiyang berbasis syariah,” Ungkap Marsudi kepada Republika usai menghadiri rapat tahunan IndukKoperasi Syirkah Muawanah (Inkopsim) PBNU, di Jakarta(15/2/08).

Untuk mengatasinya, tahun lalu KKUM sudah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen). Hanya saja,peraturan tersebut menjadi peraturan sementara yang mengatur tata cara pendirian dan operasi bisniskoperasi syariah karena tidak memiliki kekuatan hukum sebagaimana UU.

Marsudi berharap, koperasi syariah yang masuk dalam amandemen RUU Koperasi yang kini dibahasDPR, ditargetkan selesai pada pertengahan tahun ini. Sedangkan, koperasi syariah tidak akan masukdalam RUU LKM yang diusung oleh DPD. Karena koperasi syariah memang telah direncanakan masukdalam amandemen RUU Koperasi. Tujuannya agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengawasannya.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Koperasi Syariah 165 diluncurkan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Koperasi Syariah 165 yang merupakan wadah dalam melakukan total action di bidang pemberdayaan ekonomi umat oleh alumni ESQ, diluncurkan. Ditargetkan sebanyak 80 persen dari jumlah alumni ESQ akan menjadi anggota koperasi tersebut ke depannya.

Ketua Dewan Pengurus Koperasi Syariah 165, Adi Sasono, menuturkan koperasi syariah ini bertujuan untuk melakukan pemberdayaan ekonomi umat dengan tujuan mendorong tercapainya cita-cita ‘Indonesia Emas 2020’. Menurutnya, pembentukan koperasi ini merupakan total action, di mana nilai-nilai yang ditanamkan dalam ESQ tidak cukup sekedar di kepala, namun juga dijalankan dalam sebuah tindakan nyata.

“Harapannya seiring perkembang usaha bersama anggota dalam kegiatan Koperasi Syariah 165 yang dapat menghasilkan infak sekurang-kurangnya sebesar Rp 100 miliar per bulan pada 2020,” tuturnya di Menara ESQ 165, Jakarta, Ahad (24/10).

Adi menambahkan, Koperasi Syariah 165 itu juga diharapkan mampu mendayagunakan perkembangan IPTEK terkini untuk menjamin kemudahan pelayanan anggota koperasi secara transparan, akuntabel, dan produktif. Selain itu, menurut dia diharapkan juga dapat mendayagunakan potensi anggota sebagai dinamisator perkembangan sektor riil untuk memacu peningkatan kesejahteraan umat. “Saya optimis koperasi syariah ini akan menggerakan sektor riil,” tuturnya. Dijelaskannya, sistem dari layanan koperasi ini akan berbasis web yang berfiungsi sebagai portal pelayanan kepada anggota.

Ketua Dewan Pengawas Koperasi Syariah 165, Sugiharto memaparkan, saat ini setidaknya terdapat 94 angkatan alumnus ESQ atau kurang lebih sekitar 969 ribu alumnus. Setidaknya diperkirakan, lanjut dia, menjelang akhir tahun ini akan menyentuh satu juta orang alumnus. “Oleh karenanya saya optimis target capaian infak sebesar itu yang bertujuan untuk mensejahterakan umat akan tercapai seiring terus bertambahnya alumnus ESQ,” harap mantan Menteri BUMN itu.

Untuk diketahui, Koperasi Syariah ini bekerjasama dengan beberapa institusi terkait dalam pengembangannya, diantaranya yaitu, PT Republika Media Mandiri (RMM), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan beberapa institusi usaha lainnya.

Direktur Operasional RMM, Tommy Tamtomo menjelaskan, nantinya bentuk kerja sama dengan Republika, yakni Koperasi Syariah 165 akan memilih media Republika sebagai media informasi dari kegiatan koperasi dan alumnus ESQ. “Diharapkan kerja sama ini akan saling menguntungkan, dan network yang terbangun dari kerja sama ini nanti dapat menjadi pengusung nilai-nilai moral yang terkandung dalam ESQ itu sendiri,” tuturnya.

Sedangkan BSM ditunjuk sebagai Bank yang memfasilitasi sistem informasi dalam bertansaksi di koperasi dan sebagai bank penyimpanan.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

koperasi syariah di Indonesia

Koperasi Syariah Di Indonesia

1. Sejarah Koperasi Syari’ah di Indonesia
Pada Tahun 1908 Budi Utomo menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga, kemudian untuk menggiatkan pertumbuhan koperasi pada akhir tahun 1930 didirikan jawatan koperasi yang tugasnya mnerangkan serta menjelaskan seluk beluk mengenai perkoperasian. Setelah berdirinya jawatan koperasi tersebut maka angka pertumbuhan koperasi menunjukkan peningkatan, jika pada tahun 1930 jumlah koperasi hanya 39 buah dengan jumlah anggota sebanyak 7.848 orang maka pada tahun 1939 jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggotanya mencapai 52.555 orang. Tonggak sejarah koperasi berikutnya adalah kongres koperasi pertama yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, dimana pada kongres terebut terbentuklah Sentra Organisasi Koperasi Rayat Indonesia (SOKRI). Momen ini juga membuat tanggal 12 Juli sebgai Hari Koperasi Nasional. Pada tanggal 15 sampai 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia ke-2 di Bandung. Kongres ini menghasilkan keputusan antara lain merubah SOKRI menjadi DKI (Dewan Koperasi Indonesia), dan mewajibkan DKI membentuk lembaga pendidikan koperasi dan sekolah menengah koperasi di daerah, serta kongres ini juga mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 1 sampai 5 September 1956 diselenggarakan kongres koperasi yang ke-3 di Jakarta, keputusan kongres membahas mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA) dan sejak 9 Februari 1970, setelah beberapa kali berganti nama, Dewan Koperasi Indonesia yang disingkat Dekopin dinyatakan sebagai organisasi gerakan koperasi Indonesia yang berbadan hukum dan mempunyai tingkatan organisasi di tingkat nasional, wilayah, dan tingkat kabupaten /kota. Pada masa awal orde baru, pembangunan perkoperasian menitikberatkan pada investasi pengetahuan dan keterampilan, untuk itu pemerintah membangun Pusat-Pusat Pendidikan Koperasi (PUSDIKOP) di tingkat pusat dan juga tingkat propinsi, saat ini PUSDIKOP sudah berubah nama menjadi Pusat Latihan dan Penataran Perkoperasian (PUSLATPENKOP) di tingkat pusat dan Balai Latihan Perkoperasian (BALATKOP) di tingkat daerah. Memasuki orde reformasi peran koperasi sangat jelas terutama saat krisis ekonomi berlangsung. Wacana ekonomi kerakyatan kembali tampil ke permukaan, namun hal ini harus berhadapan dengan kenyataan bahwa pencitraan Universitas Sumatera Utara 34 koperasi berada di titik nadir. Bulan November 2001 jumlah koperasi di Indonesia mencapai 103.000 unit, dengan keanggotaan sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah koperasi aktif per November 2001 sebanyak 96.180 unit. Sedangkan untuk koperasi syari’ah tidak diketahui secara pasti, kapan mulai berkembang di Indonesia, namun secara historis model koperasi yang berbasis nilai Islam di Indonesia telah diprakarsai oleh paguyuban dagang yang dikenal dengan SDI (Sarikat Dagang Islam) oleh Haji Samanhudi di Solo Jawa Tengah yang menghimpun para anggotanya dari pedagang batik yang beragama Islam (Muhammad,2007;97). Keberadaan Sarikat dagang Islam tidak bertahan lama, karena pada perkembangan selanjutnya Sarikat Dagang Islam berubah menjadi Sarikat Islam yang haluan pergerakannya cendrung bernuansa politik.
Setelah SDI (Sarikat Dagang Islam) mengkonsentrasikan perjuangannya di bidang politik, gaung koperasi syari’ah tidak terdengar lagi di Indonesia. Sekitar tahun 1990 barulah koperasi syari’ah mulai muncul lagi di Indonesia, Lebih tepatnya lagi pasca reformasi semangat ekonomi syari’ah dan koperasi syari’ah muncul kembali di negeri ini. Menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah saat ini ada 3020 koperasi syari’ah di Indonesia yang bergerak di berbagai macam kelembagaannya. Kelahiran koperasi syari’ah di Indonesia dilandasi oleh keputusan menteri (Kepmen) Koperasi dan UKM Republik Indonesia Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Keputusan Menteri ini memafasilitas berdirinya koperasi syariah menjadi koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau unit jasa keuangan syariah (UJKS), dengan adanya sistem ini membantu koperasi serba usaha di Indonesia memiliki unit jasa keuangan syariah.

2. Visi dan Misi serta tujuan koperasi syariah
Untuk mendukung keberhasilan suatu usaha, biasanya sebuah perusahaan ataupun organisasi memiliki visi dan misi. Begitu juga dengan Koperasi Syari’ah Berkah Mandiri, dalam menjaga keberlangsungan dan mendukung keberhasilan usahanya koperasi telah mempersiapkan visi, misi dan juga tujuan yang ingin dicapai. Menjadi salah satu wadah perekonomian bagi anggota khususnya dan Umat Islam umumnya yang secara profesional dan amanah dengan semangat Ukhuwah Islamiyah dan berlandaskan Syariat Islam.
1. Meningkatkan taraf hidup anggota KSBM pada khususnya dan Umat Islam pada umumnya, baik dibidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan.
2. Menjalin rasa persaudaraan dan persahabatan antar anggota KSBM dengan semangat Ukhuwah Islamiyah.
3. Senantiasa memperbaruhi diri, selaras dengan aspirasi Umat Islam, teknologi serta administrasi dibidang perekonomian sesuai Syariat Islam.

3. Keanggotaan Koperasi Syari’ah Berkah Mandiri
Keanggotaan di Koperasi Syari’ah Berkah Mandiri menurut anggaran dasar koperasi dibagi menjadi tiga status keanggotaan, yang pertama adalah anggota biasa yang kedua adalah calon anggota, dan yang terakhir adalah anggota luar biasa. Anggota biasa merupakan orang-orang yang sudah melunasi simpanan pokok dan telah terdaftar di koperasi, calon anggota adalah mereka-mereka yang belum melunasi simpanan pokok di koperasi namun sudah mendaftar atau mengajukan diri menjadi anggota koperasi. Sedangkan anggota luar biasa adalah mereka yang berstatus sebagai Warga Negara Asing (WNA) atau Warga Negara Indonesia (WNI) bermaksud menjadi anggota dan memiliki kepentingan kebutuhan dan kegiatan ekonomi yang diusahakan oleh koperasi namun tidak memenuhi semua persyaratan sebagai anggota.

4. Hak dan Kewajiban Anggota Koperasi

 Setiap anggota berhak:

1. Memperoleh pelayanan dari koperasi;
2. Menghadiri dan berbicara dalam rapat anggota;
3. Memiliki hak suara yang sama;
4. Mengajukan usul, saran dan pendapat untuk kebaikan dan kemajuan koperasi;
5. memperoleh bagian sisa hasil usaha (SHU).

 Setiap anggota mempunyai kewajiban:

1. membayar simpanan wajib sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran rumah tangga atau keputusan dalam rapat anggota;
2. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha koperasi;
3. Mentaati ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, keputusan rapat anggota dan ketentuan lainnya yang berlaku dalam koperasi;
4. Memelihara serta menjaga nama baik dan kebersamaan dalam koperasi.

 Kewajiban calon anggota adalah:

1. Membayar simpanan pokok, simpanan wajib dan sukarela sesuai ketentuan yang diputuskan dalam rapat anggota;
2. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha koperasi;
3. Mentaati ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, keputusan rapat anggota dan ketentuan lainnya yang berlaku dalam koperasi;
4. Memelihara serta menjaga nama baik dan kebersamaan dalam koperasi.

 Sedangkan bagi anggota luar biasa, hak dan kewajibannya adalah sebagai berikut: Hak anggota luar biasa adalah:

1. Memperoleh pelayanan koperasi;
2. Menghadiri dan berbicara dalam rapat anggota;
3. Mengajukan pendapat, saran dan usul untuk kebaikan dan kemajuan koperasi.

5. Bidang Usaha Yang Dijalankan Koperasi

Sampai saat ini Koperasi Syari’ah Berkah Mandiri sudah melakukan berbagai macam kegiatan usaha. Namun secara umum dibagi menjadi dua kategori, kategori yang pertama adalah bidang jasa keuangan syari’ah dan yang kedua adalah bidang perdagangan. untuk bidang jasa keuangan syari’ah kegiatan usahanya adalah sebagai berikut:

A. Produk penghimpunan dana:
• Investasi mudharabah umum / tabungan
• Investasi SPP mahasiswa dan pelajar
• Investasi berjangka mudharabah
• Investasi nikah

B. Produk penyaluran dana/usaha
•Mudharabah
•Musyarakah
•Murabahah (jual beli)
• Ijarah (sewa)
• Qardh (pinjaman)
•Usaha perdagangan (Penjualan Pulsa, Buku, Majalah, dan parfum)
• Privat less, catering service

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Koperasi Syariah Indonesia Belum Berkembang

Pemerintah masih kurang memberikan perhatian terhadap pengembangan ekonomi syariah, khususnya koperasi syariah. Karenanya Ketua Umum Koperasi Syariah Indonesia Ruly Tisna Yuliana meminta pemerintah dapat menyediakan perangkat hukum yang mendukung, misalnya dengan merevisi UU Koperasi, atau dengan membuat UU Koperasi Syariah yang berdiri sendiri.

“Diperkirakan apabila koperasi syariah digarap serius, maka akan terjadi perputaran uang hingga 9 trilyun rupiah per tahun, ” ujarnya, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (12/7).

Menurutnya, pengembangan koperasi syariah baru dilakukan di 20 propinsi, di mana dari total 3 ribu koperasi syariah, 80 persennya masih berada di pulau Jawa dan Sumatera.

Oleh karena itu, tambahnya untuk pengembangan koperasi syariah maka bertepatan dengan Hari Koperasi ke-60, Koperasi Syariah Indonesia (Kosindo) mencanangkan gerakan koperasi Syariah Nasional.

“Gerakan ini diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan koperasi syariah di tanah air, sehingga menjadi alat untuk membantu pertumbuhan sektor riil yang merupakan tulang punggung perekonomian bangsa, ” imbuhnya.

Sementara itu, Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram menyatakan, UU Koperasi Syariah tidak bisa dipisahkan dari UU Koperasi.

Menurutnya, Koperasi syariah cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah atau UU Koperasi saja. (novel)

sumber:

eramuslim.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Telaah Badan Hukum Koperasi Untuk BMT

Dilihat dari kesesuian prinsip koperasi dalam Islam dan hukum kebolehan koperasi dalam Islam, maka koperasi adalah sebuah lembaga yang dapat diterapkan untuk BMT. Kebolehan ini juga didasarkan pada relevansi konsep antara koperasi dan BMT yang dapat dilihat dari

Pertama, latar belakang dan sejarah kelahiran kedua lembaga ini adalah sama-sama dalam rangka memperjuangkan kepentingan rakyat golongan bawah sebagai reaksi terhadap sistem ekonomi yang berlaku pada waktu itu. Koperasi lahir sebagai sarana dan protes atas sistem ekonomi kapitalis yang menindas dan mengakibatkan penderitaan pada rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.

Begitu juga BMT yang lahir karena keberadaan BMI dan BPR(S) yang belum dapat menjangkau masyarakat golongan ekonomi bawah. Hal ini disebabkan karena berbagai kendala, diantaranya peraturan perundang-undangan, perizinan yang rumit dan lama serta mobilisasi dana yang sulit. BMT lahir sebagai alternatif untuk mengatasi keadaan ini.

Kedua, dengan mengacu pada pengertian yang dikandung keduanya dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga ini sama-sama mengandung dua unsur. Unsur tersebut adalah unsur ekonomi dan unsur sosial yang saling berkaitan. Ini merupakan bukti bahwa kedua lembaga ini tidak hanya bergerak di bidang bisnis namun aspek sosialnya juga tidak dilupakan.

Ketiga, relevansi ini juga dilihat melalui prinsip-prinsip dasar yang dikandung oleh kedua konsep ini. Dalam prinsip-prinsip dasar keduanya ditemukan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan. Pada intinya kedua lembaga ini berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pengelolaan yang sarat dengan nilai-nilai etik dan moral yang tinggi. Yang ini juga akan membedakan kedua lembaga ini dengan bentuk-bentuk usaha ekonomi lainnya.

Keempat, adanya kesamaan tujuan pada kedua lembaga tersebut. Tujuan yang terkandung adalah sama-sama berusaha untuk mensejahterakan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terutama bagi golongan masyarakat kecil dalam rangka mengentaskan kemiskinan bagi perbaikan ekonomi rakyat.

Kelima, berdasarkan pada fungsi dan peranan dari koperasi dan BMT terlihat bahwa keduanya mempunyai dua fungsi. Fungsi tersebut adalah fungsi sosial dan fungsi ekonomi yang saling berkaitan. Sedangkan peranan kedua lembaga tersebut adalah sebagai motor penggerak perekonomian dengan mengembangkan dan membangun potensi serta kemampuan masyarakat lapisan bawah untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Bahkan koperasi dijadikan soko guru bagi perekonomian nasional.

Keenam, jika mengacu pada konsep mekanisme kerja antara koperasi dan BMT, akan ditemukan bahwa kedua lembaga ini diusahakan untuk bergerak pada tiga sektor, yaitu sektor jasa keuangan melalui simpan pinjam, sektor sosial dan sektor riil.21

Selain itu dalam alat kelengkapan organisasi koperasi dan BMT ditemukan adanya Dewan Pengawas. Dewan pengawas itu bertugas untuk mengendalikan dan mengawasi kedua lembaga itu. Tujuan pengendalian dan dan pengawasan ini adalah agar dalam kegiatannya sesuai dengan tujuan yang diharapkan serta dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan dan penyelewengan oleh pengurus di dalam pengelolaannya.

Berdasarkan analisis ini, maka terdapat kesamaan konsep antara koperasi dan BMT sehingga hal ini mendukung dijadikannya koperasi sebagai badan hukum untuk BMT. Namun perlu dilakukan evaluasi terhadap badan hukum koperasi untuk BMT, yaitu :

–    Perlu adanya mekanisme yang mampu menjamin dilaksanakannya koperasi sesuai dengan prinsip dasarnya karena dalam prakteknya telah banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan prinsip dasar tersebut seperti koperasi yang telah banyak kehilangan jati dirinya karena meninggalkan fungsi sosialnya dan lebih berorientasi pada fungsi ekonomi, prinsip kemandirian yang ada pada koperasi juga tidak terlaksana, hal ini dapat dilihat dari besarnya intervensi pemerintah terhadap koperasi.22 Dalam hal ini peran dari semua pihak, khususnya yang berkaitan dengan lembaga ini (Pemerintah, Departemen Koperasi dan semua yang terlibat) sangat dibutuhkan dalam rangka meluruskan kesalahan memahami konsep dasar koperasi yang berakibat terjadinya penyimpangan. Kemudian perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terutama oleh Dewan Pengawas dalam pelaksanaan koperasi dalam hal ini peran DEKOPIN selaku lembaga tertinggi koperasi sangat penting. Begitu juga pada BMT, peran Dewan Pengawas Syariah perlu lebih ditingkatkan agar dalam mekanisme kerja BMT tetap mengacu pada prinsip-prinsip yang tidak bertentangan dengan syariah Islam.

–  BMT yang berbadan hukum koperasi harus mengganti sistem bunga yang biasa diterapkan dalam sistem perkoperasian di Indonesia 23dengan sistem yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu bagi hasil, sehingga merancang sebuah konsep lembaga koperasi syariah adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan.

Dikutip dari Artikel: Hj. Norvadewi – Dosen Jurusan Syariah Muamalah STAIN Samarinda

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Pemberdayaan koperasi syariah dengan BMT di pedesaan

Pemberdayaan Ekonomi Rakyat di Pedesaan Melalui BMT dan Koperasi Syariah.

Latar Belakang
Hernandi de Soto dalam bukunya The Mystery of Capital (2001) menggambarkan betapa besarnya sektor ekonomi informal dalam memainkan perennya dalam aktivitas ekonomi di negara berkembang. Ia juga mensinyalir keterpurukan ekonomi di negara berkembang disebabkan ketidakmampuan untuk menumbuhkan modal. Asset di negara berkembang tidak mampu menjadi modal kerja karena asset tersebut tersandung masalah kepemilikan (property right). Sedangkan pinjaman untuk keperluan penambahan modal diperlukan ketegasan kepemilikan.

Belum adanya lembaga keuangan yang menjangkau daerah perdesaan (sektor pertanian dan sektor informal) secara memadai yang mampu memberikan alternatif pelayanan (produk jasa) simpan-pinjam yang kompatibel dengan kondisi sosial kultural serta ‘kebutuhan’ ekonomi masyarakat desa menyebabkan konsep BMT dapat ‘dihadirkan’ di daerah perdesaan.

Konsep BMT desa merupakan konsep pengelolaan dana (simpan-pinjam) di tingkat komunitas yang sebenarnya searah dengan konsep otonomi daerah yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya di tingkat pemerintahan (administrasi) terendah yaitu desa. Dari data dilapangan harus diakui bahwa konsep BRI Unit Desa sudah mampu ‘menjangkau’ komunitas perdesaan-terutama untuk pelayanan penabungan (saving). Kampanye pemerintah agar rakyat menabung efektif dilaksanakan masyarakat perdesaan hampir dua dekade (1970-80’an). Namun kelemahan dari konsep pembangunan masa lalu adalah adalah terserapnya ‘tabungan masyarakat’ perdesaan ke ‘kota’ dan hanya sekitar sepertiga dana tabungan yang dapat diakses oleh masyarakat perdesaaan.

Konsep BRI Unit Desa ini sebenarnya sudah bisa dijadikan semacam acuan untuk pengembangan daerah (desa), namun apakah BRI Unit Desa sudah dapat mengakses kelompok yang paling miskin di akar rumput? Mungkin secara teknis dan di atas kertas bisa saja. Namun jika dilihat dari karakteristik bisnis perbankan dan karakteristik peminjam, jawabannya tidak bisa! Maka dengan kekosongan pada pasar lembaga keuangan untuk tingkat paling miskin ini, institusi yang paling cocok adalah konsep baitul maal wat tamwil (BMT).

Kembali Ke Konsep Asal
Konsep BMT di Indonesia sudah bergulir lebih satu dekade. Konsep ini telah banyak mengalami pembuktian-pembuktian dalam ‘mengatasi’ (untuk tidak mengatakan mengurangi) permasalahan kemiskinan. Namun dalam beberapa hal konsep ini kadang ‘direduksi’ oleh pengurus BMT itu sendiri. Konsep yang paling utama dari BMT adalah jaminan/proteksi sosial melalui pengelolaan dana baitul maal. Proteksi sosial menurut Amartya Sen (2000) adalah jaminan sosial yang dapat menjaga proses pembangunan. Jaminan sosial ini dapat berupa insentif ekonomi (subsidi kepada kaum dhuafa-dalam konsep Islam berupa dana Zakat, Infaq, Shodaqoh-ZIS) ataupun berupa insentif sosial (kebersamaan melalui ikatan kelompok simpan pinjam ataupun kelompok ynag berorientasi sosial seperti majelis ta’lim). Proteksi sosial ini menjamin distribusi rasa kesejahteraan dari masyarakat yang tidak punya kepada masyarakat yang punya. Sehingga terjadi komunikasi antara dua kelas yang berbeda.

Dalam konsep Islam yang dioperasionalkan di tingkat desa melalui kegiatan BMT pengelolaan dana sosial (ZIS) ini akan memberikan dampak pada kehidupan sosial ekonomi komunitas. Bagian lain dari BMT adalah Baitul Tamwil (bagian pembiayaan). Dalam konsep baitul tamwil pembiayaan dilakukan dengan konsep syariah (bagi hasil). Konsep bagi hasil untuk sebagian besar rakyat Indonesia merupakan konsep ‘lama’ dan sudah menjadi bagian dari proses pertukaran aktivitas ekonomi terutama di perdesaan.
Kelebihan konsep bagi hasil ini adalah adanya profit and loss sharing (bagi hasil/rugi) jika dana yang diserahkan ke pengelola BMT digunakan untuk investasi ekonomi. Konsep ini menyebabkan kedua pihak (pengelola BMT dan peminjam saling melakukan kontrol). Dan pengelola dituntut untuk menghasilkan profit bagi penabung dan pemodal.

Dalam hubungannya dengan mengatasi masalah kemiskinan BMT memiliki kelebihan konsep pinjaman kebijakan (qardhul hasan) yang diambil dari dana sosial. Dengan adanya model pinjaman ini maka BMT tidak memiliki resiko kerugian dari kredit macet yang dialokasikan untuk masyarakat paling miskin. Karena sesuai dengan konsep pemberdayaan maka aktivitas sosial (non profit oriented) seperti pengorganisasian dan penguatan kelompok di tingkat komunitas (jamaah) menjadi langkah awal sebelum masuk pada aktivitas yang mendatangkan profit (seperti pinjaman/pembiayaan).

Dua keutamaan inilah yang membuat BMT menjadi sebuah institusi yang paling cocok dalam mengatasi permasalahan kemiskinan yang dialami sebagian besar rakyat Indonesia (terutama di daerah perdesaan) dewasa ini. Dua sisi pengelolaan dana (Baitul Maal dan Baitul Tamwil) ini seharusnya berjalan seiring, jika salah satu tidak ada maka konsep tersebut menjadi pincang dan menjadi tidak optimal dalam pencapaian tujuan-tujuanya.

Pengakaran Jaringan BMT: BMT Desa
Atas dasar pemikiran diatas maka pembentukan jaringan dan penguatan BMT yang ada harus menjadi prioritas kegaitan PINBUK Kota/Kabupaten. Sedangkan untuk BMT-BMT yang telah kuat bisa membuat semacam ‘kantor kas’ di setiap desa. Pentahapan yang harus dilakukan bisa seperti berikut: Tahap Pertama dengan mengembangkan kantor kas BMT. Tahap Kedua dengan dengan mengembangkan Kantor Kas BMT menjadi BMT Unit Desa (bisa dengan musyawarah jamaah masjid). Tahap Ketiga mengembangkan BMT Unit Desa menjadi BMT Desa (sudah menjadi milik komunitas ditandai dengan besaran tabungan yang dihimpun dari anggota atau non anggota).

Strategi kedua adalah dengan membentuk langsung BMT Desa dengan menggunakan jamaah masjid. Strategi ketiga dengan mengkonversi Lembaga Keuangan Mikro hasil ‘bentukan’ proyek pemerintah menjadi Koperasi berdasarkan Bagi Hasil (syariah). Strategi ini membutuhkan pewacanaan di tingkat komunitas tentang keuntungan-keuntungan konsep bagi hasil dibandingkan dengan konsep riba.

Modal Manusia Dalam Pengembangan BMT
Dalam kaitannya dengan pengembangan ekonomi daerah dan lembaga keuangan mikro (seperti BMT) maka hal yang paling penting adalah investasi pada bidang modal manusia. Pentingnya modal manusia ini disebabkan pada dasarnya hampir semua kegagalan dalam konsep pembagunan disebabkan mismanajemen dan korupsi. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya kualitas SDM Indonesia terutama kualitas spiritualnya!
Kelemahan lain adalah kondisi yang tidak kondusif dalam menciptakan iklim kewirausahaan. Iklim usaha yang tidak sehat dan tidak adanya usaha untuk menciptakan level yang sama untuk seluruh pemain (dalam regulasi dan penegakannya ataupun aksesibilitas) menyebabkan tingginya exit rate di kalangan pengusaha di berbagai sektor ekonomi. Masalah lain adalah kemampuan kewirausahaan secara individu (berkaitan dengan kemampuan menciptakan, mereplikasi atau inovasi teknologi)-yang masih merupakan bagian dari modal manusia dan jejaring (modal sosial).

Dalam hubungannya dengan penciptaan modal finansial dan modal manusia ini. Maka Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) telah menginisiasi sebuah lembaga kader untuk pengembangan masyarakat yang berorientasi menguatkan lembaga intermediari sektor keuangan melalui BMT untuk mengatasi masalah diatas.

Program ini diberi nama Community Leaders Program (CLP). CLP ini menerapkan sistem kuliah lapang dengan metode pembelajaran partisipatif. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang yang luas bagi anak didik untuk berkreasi. (karena selama ini akar dari ketidakmampuan untuk melihat peluang, mencipta dan bekerjasama disebabkan pola pembelajaran yang diterapkan tidak mengahadirkan ruang tersebut di sekolah).

Tujuan utama dari CLP ini sendiri adalah menjawab tantangan keterbelakangan yang dialami masyarakat (terutama) perdesaan. Dengan membentuk kader yang mampu menggerakkan ekonomi perdesaan. Dengan entry point BMT sebagai awal untuk menciptakan akses pembiayaan. Hal lain yang menjadi ‘desain’ dari CLP ini adalah perbaikan akhlak dan perilaku kader di dalam bermuamalah. Mengingat permasalahan spiritual ini juga ikut membangkrutkan bangsa. Dengan adanya investasi di bidang SDM (human capital) ini diharapkan pembangunan wilayah dapat bertumpu pada kemampuan sumberdaya lokal. Dan sekali lagi peranan jama’ah sangat diharapkan dalam penciptaan kondisi yang lebih baik untuk kondisi ummat/generasi yang akan datang.

sumber :

Baihaqi abdul Madjid
Tazkia Online.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment

ANALISIS KOMPARASI TINGKAT KESEHATAN KEUANGAN PADA KOPERASI SYARIAH BMT INSAN MANDIRI DAN KSU MITRA TANI

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Sudah cukup lama umat Islam Indonesia, demikian juga belahan dunia lainnya menginginkan sistem perekonomian yang berbasis nilai-nilai dan prinsip syariah (Islamic economic system) untuk dapat diterapkan dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi umat, keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara kaffah. Karena selama ini Islam hanya diterapkan secara parsial yang diwujudkan dalam ritualisme ibadah, sementara itu dimarjinalkan dari dunia ekonomi seperti perbankan, asuransi, pasar modal, pembiayaan proyek dan transaksi impor, sehingga umat Islam telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.

Akhir-akhir ini semakin luas dibahas sistem Ekonomi Syariah yang dianggap lebih adil dibanding sistem ekonomi yang berlaku sekarang khususnya sejak 1966 (Orde Baru) yang berciri kapitalistik dan bersifat makin liberal, yang setelah kebablasan kemudian meledak dalam bentuk bom waktu berupa krismon tahun 1997. Krismon yang menghancurkan sektor perbankan modern kini tidak saja telah menciutkan jumlah bank menjadi kurang dari separo, dari 240 menjadi kurang dari 100 buah, tetapi juga sangat mengurangi peran bank dalam perekonomian nasional (Mubyarto, 2003).

Prinsip profit-sharing atau bagi hasil dan resiko merupakan inti dari ajaran Sistem Ekonomi Syariah. Selain itu di dalam ekonomi syariah juga dikenal prinsip employee participation (partisipasi karyawan), yang artinya semua karyawan perusahaan ikut memiliki perusahaan dan mendapatkan keuntungan yang seimbang dari keuntungan yang didapatkan perusahaan. Sistem seperti ini membuat para karyawan merasa ikut memiliki perusahaan dan memiliki tanggung jawab yang besar kepada kelangsungan perusahaan. Melalui sistem ini lebih menjamin ketentraman dan ketenangan usaha dan tentu saja menjamin keberlanjutan suatu usaha.

Oleh karena itulah sejumlah negara maju (welfare state) merasa bahwa penerapan prinsip profit-sharing (bagi hasil) dan employee participation (partisipasi karyawan) baik untuk diterapkan. Hal ini tercermin dari pendapat Poole (1989),  bahwa:

Demokrasi ekonomi ditandai oleh adanya partisipasi pekerja dalam kepemilikan perusahaan dan distribusi hasil usaha; Demokrasi industri ditandai oleh partisipasi pekerja dalam pengambilan keputusan dan keterlibatan pekerja dalam proses pengawasan dalam perusahaan.

Dari pendapat Poole di atas dapat diketahui bahwa menurutnya sistemprofit sharing dan employee participation ini merupakan bentuk dari demokratisasi ekonomi (economic democracy). Meskipun pengertianeconomic democracy jelas lebih luas dari industrial democracy(demokratisasi industri) namun keduanya bisa diterapkan sebagai asas atau “style” manajemen satu perusahaan yang jika dilaksanakan dengan disiplin tinggi akan menghasilkan kepuasan semua  pihak  (stakeholders) yang  terlibat  dalam  perusahaan.  Itulah    demokrasi   industrial   yang   tidak   lagi menganggap modal dan pemilik modal sebagai yang paling penting dalam perusahaan, tetapi dianggap sederajat kedudukannya dengan buruh/tenaga kerja, yang berarti memberikan koreksi atau reformasi pada kekurangan sistem kapitalisme lebih-lebih yang bersifat neoliberal.

Prinsip employee participation yaitu partisipasi buruh/karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan sangat erat kaitannya dengan asasprofit-sharing. Adanya partisipasi buruh/karyawan dalam decision-makingperusahaan berarti buruh/karyawan ikut bertanggung jawab atas diraihnya keuntungan atau terjadinya kerugian.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sistem employee particpation sangat dekat dengan sistem perkoperasian yang dikenal diIndonesia. Hal ini dapat diketahui dari pengertian koperasi yang dikemukakan oleh Bapak Koperasi Indonesia, Drs. Muhammad Hatta, yang mengatakan bahwa Koperasi adalah Badan Usaha Bersama yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan mereka yang umumnya berekonomi
lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak dan kewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (http://www.muslimsources.com).

Dari pengertian koperasi di atas dapat diketahui bahwa organisasi koperasi adalah suatu cara atau sistem hubungan kerja sama antara orang-orang yang mempunyai kepentingan yang sama dan bermaksud mencapai tujuan yang ditetapkan bersama-sama dalam suatu wadah koperasi. Sebagai organisasi, koperasi mempunyai tujuan organisasi yang merupakan kumpulan dari tujuan-tujuan individu dari anggotanya, jadi tujuan koperasi sedapat mungkin harus mengacu dan memperjuangkan pemuasan tujuan individu anggotanya, dalam operasionalnya harus sinkron.

Tujuan koperasi untuk mensejahterakan seluruh anggotanya dilakukan melalui pembukaan unit-unit usaha yang dibutuhkan anggota koperasi, misalnya Unit Simpan Pinjam, Unit Produksi, Unit Penjualan Hasil Tani, Unit Penjualan Hasil Kerajinan, Unit Penjualan Ikan hasil tangkapan anggota, serta pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi. SHU merupakan pembagian keuntungan hasil usaha koperasi kepada anggotanya sesuai dengan partisipasi dan perannya dalam memajukan usaha koperasi.

Dilihat dari sistem usaha koperasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, maka hal itu sangat cocok dengan sistem ekonomi syariah. Ekonomi syariah yang menggunakan prinsip bagi hasil (profit sharing) tidak memberatkan bagi siapapun yang terlibat dalam usaha yang berbasiskan ekonomi syariah tersebut. Sebagai contoh, jika diterapkan pada usaha simpan pinjam koperasi, maka jika didasarkan prinsip ekonomi syariah, anggota koperasi yang meminjam dana tersebut tidak akan dirisaukan oleh pembayaran bunga yang harus ditanggungnya, sementara usaha yang dibiayai dari pinjaman tersebut belum menghasilkan keuntungan apapun. Baru setelah usaha anggota peminjam tersebut berhasil, maka ia membagi keuntungan yang diperolehnya dengan koperasi yang berbasis ekonomi syariah tersebut. Sebaliknya jika usaha tersebut mengalami kerugian, maka kerugian itu ditanggung bersama antara anggota peminjam dengan koperasi syariah karena prinsip koperasi syariah adalah profit sharing, artinya tidak hanya keuntungan yang dibagi rata, tetapi juga kerugian anggota. Dalam hal ini kerugian maksimal koperasi syariah adalah sebesar pinjaman anggota, sedangkan keuntungannya bisa lebih besar daripada menggunakan sistem bunga karena keuntungan anggota juga dibagi rata, artinya semakin besar keuntungan anggota maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh koperasi.

Melalui cara seperti ini anggota koperasi syariah lebih diuntungkan daripada sistem koperasi biasa. Demikian juga sistem koperasi syariah akan lebih diuntungkan daripada sistem koperasi biasa karena prinsip profit sharingmemungkinkan koperasi mendapat keuntungan lebih besar. Di lain pihak bagi anggota lainnya, sistem koperasi syariah ini juga menguntungkan, karena sesuai dengan prinsip usaha koperasi, maka mereka akan menerima pembagian keuntungan koperasi yang berupa SHU.

Sistem bagi hasil yang ditetapkan dalam koperasi syariah sejalan dengan ketentuan agama Islam yang melarang diberlakukannya sistem bunga sebagaimana ditentukan dalam Al-Qur’an Q.S Al-Baqarah 275: “Orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila”. Dengan demikian melalui prinsip bagi hasil ini, tidak hanya keuntungan kepada semua pihak yang didapat, tetapi juga menegakkan agama.

Jika dikaitkan dengan penilaian terhadap kesehatan keuangan usaha, maka sejalan dengan tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya, koperasi juga harus mempunyai tingkat kesehatan keuangan yang baik. Hal ini dikarenakan semakin baik tingkat kesehatan keuangan koperasi maka akan semakin baik pula pencapaian tujuan koperasi untuk mensejahterakan anggotanya. Dalam hal ini baik pada koperasi syariah maupun koperasi biasa (non syariah) berlaku ketentuan yang sama, yaitu bahwa tingkat kesehatan keuangan koperasi harus baik. Hal ini juga telah disadari oleh Departemen Koperasi. Oleh karena itu Departemen Koperasi memberi petunjuk teknis mengenai cara penilaian kesehatan keuangan koperasi melalui Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah, No. 194/Kep/M/IX/1998 tanggal 25 September 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Simpan Pinjam (Anonimus, 1997).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan perbandingan tingkat kesehatan keuangan koperasi syariah dan non syariah, khususnya kesehatan keuangan KSUS (Koperasi Serba Usaha Syariah) BMT Insan Mandiri (koperasi syariah) dan KSU (Koperasi Serba Usaha) Mitra Tani (koperasi non syariah). Hasil penelitian disajikan dalam tulisan ilmiah berjudul“Analisis Komparasi Tingkat Kesehatan Koperasi Syariah pada Baitul Maal wa Tamwil Insan Mandiri dan Koperasi Serba Usaha Mitra Tani”.

B.   Rumusan Masalah

Kesehatan finansial suatu koperasi merupakan salah satu wujud dari kinerja keseluruhan koperasi yang harus disikapi serius oleh koperasi tersebut. Untuk koperasi simpan pinjam uang, kesehatan finansial akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat bahwa koperasi juga dapat dipercaya sebagai lembaga yang berfungsi sebagai perantara keuangan (finance intermediary) antara anggota peminjam dan anggota penyimpan. Dari uraian tersebut, maka dapat diambil suatu rumusan masalah:

1.  Bagaimana perkembangan tingkat kesehatan finansial pada KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani, dilihat dari rasio permodalan, kualitas aktiva produktif, analisis likuiditas, analisis efisiensi dan analisis rentabilitas.

2.  Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat kesehatan KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani.

C.  Batasan Masalah

Agar dalam pembahasan tidak mengalami perluasan  pembahasan ataubias maka diberikan batasan masalah. Adapun batasan masalahnya adalah:

Dalam penelitian tingkat kesehatan dilakukan hanya pada KSUS BMT Insan Mandiri dan KSU Mitra Tani yang berada di Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KOPERASI SYARIAH APA DAN BAGAIMANA?

Tujuan Koperasi Syariah

Meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.

Fungsi dan Peran Koperasi Syariah

  • 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonominya;
  • 2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi islam dan prinsip-prinsip syariah islam;
  • 3. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
  • 4. Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
  • 5. Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara efektif;
  • 6. Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja;
  • 7. Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota.

Landasan Koperasi Syariah

  • 1. Koperasi syariah berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
  • 2. Koperasi syariah berazaskan kekeluargaan.
  • 3. Koperasi syariah berlandaskan syariah islam yaitu al-quran dan as-sunnah dengan saling tolong menolong (ta’awun) dan saling menguatkan (takaful).

Prinsip Ekonomi Islam dalam Koperasi Syariah

  • 1. Kekayaan adalah amanah Allah swt yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.
  • 2. Manusia diberi kebebasan bermu’amalah selama bersama dengan ketentuan syariah.
  • 3. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi.
  • 4. Menjunjung tinggi keadian serta menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.

Prinsip Syariah Islam dalam Koperasi Syariah

  • 1. Keanggotan bersifat sukarela dan terbuka.
  • 2. Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen (istiqomah).
  • 3. Pengelolaan dilakukan secara transparan dan profesional.
  • 4. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota.
  • 5. Pemberian balas jasa modal dilakukan secara terbatas dan profesional menurut sistem bagi hasil.
  • 6. Jujur, amanah dan mandiri.
  • 7. Mengembangkan sumber daya manusia, sumber daya ekonomi, dan sumber daya informasi secara optimal.
  • 8. Menjalin dan menguatkan kerjasama antar anggota, antar koperasi, serta dengan dan atau lembaga lainnya.

Usaha Koperasi Syariah

  • Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta menguntungkan dengan sistem bagi hasil dan tanpa riba, judi atau pun ketidakjelasan (ghoro).
  • Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi usaha koperasi.
  • Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus sesuai dengan fatwa dan ketentuan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
  • Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah harus tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Modal Awal Koperasi

Membentuk koperasi memang diperlukan keberanian dan kesamaan visi dan misi di dalam intern pendiri. Selain itu, mendirikan koperasi syariah memerlukan perencanaan yang cukup bagus agar tidak berhenti di tengah jalan. Adapun agar diakui keabsahannya, hendaklah koperasi syariah disahkan oleh notaris. (Biaya pengesahan relatif tidak begitu mahal, berkisar 300 ribu rupiah.)

Untuk mendirikan koperasi syariah, kita perlu memiliki modal awal. Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha. Dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.

Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta didapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.

————
Sumber: www.koperasisyariah.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KOPERASI SYARIAH

Modal Awal koperasi Syariah

koperasisyariah.com 

Koperasi

Koperasi syariah berdiri untuk meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang berkeadilan sesuai dengan prinsip-prinsip islam.

Membentuk koperasi memang diperlukan keberanian dan kesamaan visi dan misi di dalam intern pendiri. mendirikan koperasi syariah akan memerlukan perencanaan yang cukup bagus agar tidak berhenti di tengah jalan.

mendirikan koperasi syariah harus memiliki modal awal, modal awal ini dikumpulkan dari anggota koperasi. koperasi syariah agar diakui keabsahannya hendaklah disahkan oleh notaris, biaya pengesahan relatif tidak begitu mahal berkisar 300 ribu rupiah.

Modal Awal koperasi bersumber dari dana usaha,dana-dana ini dapat bersumber dari dan diusahakan oleh koperasi syariah, misalkan dari Modal Sendiri, Modal Penyertaan dan Dana Amanah.

Modal Sendiri didapat dari simpanan pokok, simpanan wajib, cadangan, Hibah, dan Donasi, sedangkan Modal Penyerta di dapat dari Anggota, koperasi lain, bank, penerbitan obligasi dan surat utang serta sumber lainnya yang sah. Adapun Dana Amanah dapat berupa simpanan sukarela anggota, dana amanah perorangan atau lembaga.

Oleh Edwin Ardiansyah

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PERANAN KOPERASI

Peranan pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten / Kota sebagai daerah otonomi menjadi sangat penting. Lembaga keuangan koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus kapital keluar.

Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kre¬dit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demi¬kian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah akan dapat mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di masing-masing daerah. Dalam jangka menengah koperasi juga perlu memikirkan asuransi bagi para penabung.

Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah. Sekiranya dengan semakin majunya perkembangan informasi dan teknologi, dapat memberikan pencerahan baru bagi kemajuan koperasi di daerah-daerah khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

sumber:

dede’s blog

http://www.google.com

Posted in Uncategorized | Leave a comment